Kak Seto, Tokoh Pembela Anak yang Terlahir dari Jalanan

Nihil

Oleh : Moch. Aly Taufiq

Tokoh yang kerap kali muncul di media membela hak anak-anak ini lebih akrab dipanggil Kak Seto. Ia lahir bukan dari keluarga ningrat yang serba kecukupan. Bukan pula dari keluarga terkenal yang bisa mendongkrak popularitas layaknya tokoh-tokoh lain. Kak Seto mampu mebuktikan kepada publik, bahwa ia menjadi tokoh lantaran Keihlasan dan konsistensinya dalam memilih jalan hidup. Penghargaan baik dari dalam maupun luar negeri pernah diraihnya. Hingga saat ini, tak seorangpun meragukan kegigihan perjuangannya dalam membela hak anak-anak.

Saat ditemui di kediamannya, Kak Seto terlihat sibuk menjawab pertanyaan dari sejumlah wartawan. Maklum, saat itu komplek perumahannya sedang dilanda banjir, sebagai ketua RW, ia harus bertanggung jawab memberikan informasi tentang kedatangan musibah tersebut. Meskipun demikian, guratan kelelahan sama sekali tidak tampak di wajahnya, ia selalu menebarkan senyum. Puluhan wartwan ia layani dengan sepenuh hati. Orang dewasa saja merasa senang dengan gaya Kak Seto yang bersahabat, apalagi anak-anak.

Figur, gaya, keihlasan dan karakternya memang sangat cocok dengan dunia anak-anak. Apa yang dimiliki Kak Seto semua mendukung citranya bergelut di dunia anak-anak. Belum nampak sosok yang lain seperti Kak Seto yang peduli dengan dunia anak-anak. Kalaupun ada, mungkin hanya sosok dermawannya yang menonjol, tetapi belum tentu figurnya mendukung untuk mencintai anak-anak. Kalau Kak Seto, semua yang ada pada dirinya memang betul-betul medukung.

Kisah Perjalanan Hidup Kak Seto

Menyimak jalan hidup Kak Seto memang penuh aral melintang. Masa kecilnya memang dilalui dengan keceriaan, bernaungkan kasih sayang dari kedua orang tua yang teramat perhatian. Sang ibu, Mariati, begitu sabar mencurahkan cahaya kasih, benih nilai-nilai moral yang ditanamkan oleh bunya kelak menjalar menghiasi tingkah laku Figur kelahiran Klaten 28 Agustus 1951 ini.

Namun keadaan tersebut tidak berlangsung lama. Keluarga Kak Seto ditempa tantangan hidup yang maha berat, terutama saat ia harus mempertahankan pendidikan setelah ayahnya, Mulyadi Effendi, meninggal.

Saat itu, Kak Seto berusia 15 tahun, nasibnya memang benar-benar bak di bawah kolong jembatan. Kepergian ayahnya yang begitu cepat membuat roda ekonomi keluarganya berubah seratus delapan puluh derajat. Dari kecukupan menjadi serba kekurangan.

Musibah boleh saja datang, namun, putus asa tidak boleh mendera terlalu lama. Kak Seto merantau ke Surabaya, di asuh oleh bibinya, Martiningrum. Syahdan, berkat bantuan seorang pastur, ia berhasil masuk di sekolah orang gedongan, SMA St. Louis. Ia sangat bersyukur bisa diterima, kendati ia merasa sedih.

Bagi Kak Seto, pertolongan bibi dan menjadi siswa SMA St. Louis bukanlah pil mujarab yang bisa mengubah nasibnya. Namun, Kak Seto sadar dua hal ini bisa menjadi titik awal perjuangaanya merubah nasib. Surabaya menjadi lapangan untuk menempa ilmu dan pengalaman, serta tempat untuk mengawali perjuangan.

Pertama masuk SMA, Kak seto dan saudara Kembarnya, Kresno, menggunakan celana pendek, seragam mereka sewaktu di SMP,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan Tinggalkan Pesan dan Komentar Anda di Sini