Lelaki Di Ujung Taman

from google/flickr

Hm. Gadis mungilku.Kau sudah menjadi gadis cantik sekarang. Dari ujung teduh taman ini. Tak pernah kulewatkan pagi untuk merindukanmu. Kau mirip sekali dengan ibumu. Ayu dan lembut. Dibalik seragam putih abu-abumu. Kalian tampak bahagia sekarang. Rumah kalian megah dan teduh. Dan laki-laki yang kau panggil papa itu. Tampak sangat menyayangimu. Ibumu pun, yang kau panggil mama, tampak masih seperti dulu. Meski sedikit keriput itu ada. Dan samar mendung yang ditutupinya. Namun semua sudah lena. Dengan kehangatan dan kedamaian yang kalian rasa. Laki-laki itu pantas untuk kalian. Kulihat di situ pun telah ada adikmu. Yang kecil tampan. Tapi tidak mirip aku.

Duh. Nduk. Cah ayu. Terasa nyata masa-masa itu. Saat aku menggendongmu. Menitahmu. Dan juga mengganti pampersmu.Lima belas tahun yang lalu. Aku sangat suka bandelmu. Berkali-kali jatuh dalam rambatanmu. Namun terus bangun dan bangun lagi.Masih nyata juga waktu ibumu, menyeduhkan kopi untukku. Sedikit gula agar tidak membuat gemuk. Tubuh ayahmu ini. Aku masih lekat. Keceriaan kita di rumah yang dulu. Meski mungil, namun penuh lingkup cinta kita bertiga. Aku sempat mencari kalian ke sana. Namun semua telah berubah. Rumah kita telah kosong dan penuh rumput alang.Dirambati sulur-sulur yang lebat melingkar. Hijau, tapi mengenaskan.

Saat kutemukan rumah baru kalian ini nduk. Aku sempat bergetar harap. Kerinduan yang sudah sekian lama nanar. Akan kembalinya masa-masa penuh wangi mesra. Keluarga kecil kita. Namun kenyataan ini harus kuterima. Semua telah berbeda. Meski mimpi buruk ini sudah kuduga. Ternyata kalian sudah berlindung bahagia. Bersama wajah-wajah yang menggoreskan pena. Lembaran baru kau dan ibumu. Tanpa aku.

Hanya pada bangku-bangku batu di taman ini. Yang pasti mengerti. Entah jerit bahagia atau lara yang aku rasa. Mungkin mereka memandangku iba. Lelaki rapuh yang setiap pagi memandang berkaca-kaca. Pada pesona nyata. Geliat pagi di rumah kalian berdua. Dan aku bodoh jika memaksa ke sana. Merenggut menyusutkan kebahagiaan kalian. Yang nyata telah tercipta. Oh..tidak..nduk..tidak. Aku takkan sejahat itu. Merusak serpihan-serpihan bahagia. Yang telah kalian rangkai.

Hanya getar rindu yang ku harap sampai. Melalui angin pagi. Ataupun aroma bunga di taman ini. Kuingin kalian rasa getar itu. Laki-laki kalian masih ada. Dan akan terus ada. Juga kepada gemerisik daun ketapang. Kumohon kalian mempermaklumkan. Meski air mata ini tetap kutahan. Agar tak menetes di punggung tangan. Meski sesak itu masih bersemayam. Tolong sampaikan kabarku. Ceritakan padanya. Kapal itu memang pecah tenggelam di dasar lautan. Tapi lelaki ini masih bernyawa. Meski terdampar tak tentu rimba. Terlunta-lunta tanpa harapan. Menanggung rindu tak berkesudahan.

Biarkanlah semua menjadi salah dan sesalku. Berbahagialah selalu cinta-cintaku. Biar kulangkahkan kembali kaki renta ini.Tetap kusimpan nama kalian di relung hati.Mungkin masih ada riwayat baru nanti. Menyusur hari menuai sunyi.Menjelang batas tepi perjalananku. Saat lelah ini mulai berpadu syahdu. Tanpa tangis kalian kehilanganku.

By: Anonim

Tags: lelaki, sunyi, hilang --

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan Tinggalkan Pesan dan Komentar Anda di Sini