Pilih Sekolah Yuks

Nihil

Beberapa waktu lalu saya membicarakan masalah sekolah dengan seorang teman. Maklum lah, anak kami sudah mulai besar dan akan segera menginjak bangku pendidikan (SD). Ada beberapa alternatif tempat yang bisa menjadi tujuan pendidikan anak-anak kami nantinya.

Pertama adalah Sekolah Dasar (SD) negeri. Saya sebenarnya cenderung suka menyekolahkan anak saya di sini. Dulu pun sewaktu kecil saya juga sekolah di SD negeri koq, di Blitar sana. Jika dibandingkan di sini, tentu fasilitas dan kualitas akan lebih bagus di sini kan, namanya juga Ibukota Republik. Dan yang saya suka dengan SD negeri, jam sekolahnya sedikit, bagi anak tidak berat, karena memang saya lebih menitikberatkan pendidikan di rumah, adapun di sekolah, lebih untuk sosialisasi dan supaya anak mendapat pelajaran resmi. Selain itu, tidak dipungkiri, biaya sekolah di SD negeri sangatlah murah.

Namun sayangnya, tidak semua sekolah negeri bagus, bahkan banyak yang kurang bagus. Secara materi pelajaran, sebenarnya saya tidak terlalu khawatir, yang lebih saya khawatirkan adalah efek negatif dari pergaulan. Kalau pun saya memilih sekolah yang lumayan bagus, maka masalah berikutnya adalah syarat masuk SD negeri adalah umur minimal adalah 7 tahun. Anak saya lahir akhir September, tahun depan umurnya masih 6 kurang. Nunggu tahun depan pun umurnya masih 7 kurang. Masak nunggu umur 8 tahun kurang 3 bulan baru masuk SD, ntar ketuaan dong. Dulu saja saya masuk SD umur 6 tahun kurang.

Pilihan kedua adalah SD swasta. Tentu saja kami akan memilih SD swasta yang bernuansakan Islam, atau lebih dikenal SDIT. Keuntungannya, jelas tahun depan anak saya sudah bisa mulai sekolah, karena umur bukanlah sebuah batasan. Selain itu, saya tentu lebih tenang, karena lingkungan SDIT tentu akan bagus buat anak kami (kalau SDITnya bagus juga sih).

Namun, memilih sekolah swasta, bagi saya merupakan masalah yang rumit. Untuk swasta yang bagus, yang pertama jelas biayanya mahal, dan yang saya kurang sependapat adalah beban belajar yang dikenakan ke anak sangat berat. Bayangkan saja kelas 1 SD saja sudah sekolah dari pagi sampai siang atau sore. Padahal saya dulu kelas 1 cuma sekolah jam 7 sampai jam 9 loh. Saya tipe orang tua yang tidak suka membebani anak dengan belajar…belajar…dan belajar. Saya lebih senang membiarkan anak belajar dan bermain. Dulu hampir tiap sore saya main bola loh dilapangan dekat rumah.

Pilihan ketiga adalah memasukkan anak ke pesantren, kalau istilah kerennya sekarang adalah islamic boarding school. Salah satu keuntungan yang menggiurkan bagi saya adalah, anak-anak yang sekolah disana hafalan Al Qurannya banyak. Bahkan bisa jadi khatam Al Quran 30 juz. Tentu faktor ini menjadi pertimbangan yang berarti. Tetapi kalau untuk usia SD, saya koq tidak sampai hati mengirim anak saya nun jauh di sana. Tentu saya ingin kalau anak saya bisa memiliki hafalah yang banyak. Namun dengan usia yang sekecil itu, saya penginnya sekolah dekat rumah saja. Untuk hafalan biar belajar sama ayah dan ibunya, atau kalau ada pesantren sore di masjid.

Pilihan keempat yang dapat dijadikan alternatif adalah home schooling. Pendapat ini terutama diajukan oleh teman, karena merasa sistem pengajaran di sekolah-sekolah biasa dengan guru didepan, ngajar A sampai Z tidak efektif. Dia ingin membuat sendiri sistem belajar yang lebih menarik untuk anak, sebenarnya mirip-mirip sekolah alam sih. Tapi membuat sendiri di rumah, karena kalau sekolah alam mahal juga sih, toh istri-istri kami kan di rumah, jadi kalaupun jadi home schooling biar mereka-mereka nanti yang menjadi pengelolanya sekaligus pengajarnya mungkin.

Saya sendiri sih masih punya waktu beberapa bulan untuk membuat keputusan. Ternyata ribet juga ya milih sekolah. Perasaan dulu di kampung malah gampang, SD sekolah disana, SMP lanjut kesini, dan SMU tinggal nerus ke situ. Ya sudahlah, semoga nanti mendapat keputusan yang pas pada waktunya.

Lalu, bagaimana dengan anda???


Tags: sekolah --

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan Tinggalkan Pesan dan Komentar Anda di Sini