Organisasi Kegemukan

131883791871077706 Enam diantaranya WaMen baru (diambil dari Google)

Semua Organisasi baik pemerintahan maupun swata atau perusahaan akan sangat tergantung dengan misi/visi  si Pemimpin Organisasi tersebut, kadang Organisasi kurus simple memudahkan pemimpin dalam menjalankan misi/visi perusahaan, dan kalau terlalu gemuk maka akan sangat lambat karena koordinasi didalam menjadi semakin bertele-tele.

Sampai saat ini, banyak yang belum dimengerti oleh masyarakat kenapa Pak SBY melakukan penggemukan Organisasi dengan menambah begitu banyak Wakil Menteri, karena dengan gaya dan cara kerja Pak SBY yang penuh kehatihatian (”lambat/ragu”) maka organisasi dengan jumlah anggota yang begitu banyak akan sangat yakin menjadi tidak efektif, karena tambun sehingga lamban dan susah bergerak, yang menyebabkan rantai birokrasi yang terlalu panjang.

Setelah gonjang ganjing dengan issue reshuffle nya yang begitu memakan waktu (serta cape mengikutinya), kemudian bila telah selesai, setelah itu akan disusul dengan penyusunan uraian kerja masing masing pejabat sehingga kerjanya Menteri dan Wakil Mentri kemudian Sekjen/Dirjen menjadi jelas dan tidak tumpang tindih, maka akibat reshuffle ini kita sebagai rakyat akhirnya kehilangan waktu mungkin bisa 3-4 bulanan, sepertinya kita sudah jalan tanpa pemimpin, karena terlalu ber tele telenya dalam hal pengambilan keputusan.

Sebetulnya bila dipikir pikir, Pak SBY ini menjabat pada periode akhir dimana setelah ini beliau tidak akan bisa dipilih lagi, sehingga seharusnya apa yang beliau cari lagi tidak ada lagi, dan seharusnya hanya nama baik yang harus nya beliau kejar untuk diukirkan oleh sejarah dan itulah yang seharusnya beliau cari. Jadi dalam hal ini Pak SBY bisa menentukan tujuan yang jelas, tegas, terjangkau, dan harus menyangkut masalah bangsa serta Negara.

Misalnya tujuannya mensejahterakan rakyat, maka kerahkanlah semua kekuatan di kementerian untuk menciptakan lapangan kerja dengan target terukur, termasuk produksi pangan yang berlimpah, batasi export bahan mentah termasuk minyak sawit atau barang tambang yang harus diolah dulu menjadi bahan jadi sebelum di export untuk menaikan nilai serta menambah lapangan kerja, basmi dengan tegas koruptor. Titik tidak usah mikir apa apa lagi.

Atau misalnya, tujuannya Negara Indonesia disegani, kerahkan semua Kementerian untuk mendukung tujuan tersebut, misal Batas wilayah selesaikan dengan tegas, tingkatkan produksi dalam negeri sampai bisa ekspor, atur harga jual minyak sawit oleh Indonesia (karena telah menjadi produsen terbesar), tidak ada lagi impor barang mentah, tidak lagi bisa didikte oleh Negara (”perusahaan “) asing, stop pengirman tenaga kerja dan ciptakan tenaga kerja di dalam negeri, tingkatkan pertahanan Negara serta tumpas teroris dan sebagainya sebagainya. Titik tidak usah mikir pencitraan.

Janganlah olok olok “kalau bisa disusahkan kenapa dipermudah” biasanya menjadi slogan yang akan dijalankan oleh organisasi yang gemuk, yang disebabkan rantai menjadi sedemikian panjang maka bila tidak bekerja menjadi mubazir, tapi kalau disuruh bekerja menjadi tambahan rantai dari suatu pekerjaan, yang pada akhirnya bisa menjadi suatu yang menyebabkan kehilangan waktu dan biaya bagi semuanya bukan rakyat saja tapi juga pemerintah.

Banyak sekali Organisasi yang sedemikian besar serta gemuk sehingga tidak bisa berjalan lincah sehingga kalah bersaing dengan dengan organisasi yang ramping mungkin contoh yang paling nyata misal Pertamina Vs Petronas (meskipun Petronas belajar dari Pertamina tetapi Petronas bekerja lebih lincah), atau di Pertanian antara Pertanian Indonesia dengan Thailand (meskipun katanya tanah di Indonesia jauh lebih subur), Contoh Negara yang terlalu gemuk kemudian hancur misalnya Kesultanan Otoman Turki, atau Kerajaan Mongolia yang ekspansi ke lebih dari setengah dunia.

Mudah mudahan keluhan ini didengar dan diperhatikan sehingga beban kegemukan bagi  Organisasi Pemerintahan SBY saat ini tidak membebani kinerja secara keseluruhan, karena pada akhirnya masyarakat atau rakyat hanya menunggu kapan mereka di sejahterakan. Ngomong ngomong kesejateraan, jadi teringat kemarin siang datang seseorang dan bercerita banyak tentang menjadi pedagang kaki lima, beliau menjual sepatu dan sandal, katanya sekarang ini paling laku dua pasang sandal sehari dengan keuntungan Rp. 6000,- padahal untuk berjualan beliau mengeluarkan uang Rp. 6000,- untuk ongkos angkot pergi-pulang, dengan resiko jalan kaki dari rumahnya ke tempat angkot, sangat mengenaskan ternyata tidak ada yang didapat olehnya selama berdagang, padahal beliau mempunyai anak isteri, hanya disampaikan saja karena sangat banyak cerita seperti itu dan sangat nyata didepan mata kalau mau ikut menelusuri kehidupan masyarakat kita.

Salam kegemukan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan Tinggalkan Pesan dan Komentar Anda di Sini