Resuffle Kabinet IB 2: Strategi Politik SBY Redam Isu Sengketa Tapal Batas Krisis Papua?

Beberapa minggu belakangan ini  terjadi pemogokan ribuan karyawan Freeport yang menimbulkan kerusuhan  ,bahkan sudah menelan korban jiwa namun pihak manajemen Freeport  masih bersikokoh pada sikapnya semula. Para karyawan menuntut supaya pihak manajemen Freeport menaikkan gaji mereka ,serta memulihkan kembali hak tanah adat masyarakat Papua seiring meningkatkan kesejahteraan para karyawannya.

Kedua belah pihak belum tercapai kesepakatan,karena sedang terjadi proses perundingan justeru terjadi kewrusuhan yang menewaskan 2 orang,dan kemuidian disusul  serentetan penembakan yang diduga dilakukan oleh anggota OPM yang juga merenggut 3 korban  jiwa (Jumat 14 Oktober 2011).Kerusuhan yang berlangsung sejak beberapa minggu lalu tidak terlepas dari rentetan kerusuhan sebelumnya,Nafri,Koya-Adipura,dan kerusuhan Puncak jaya ekses dari pilkbup sesama kandidat Partai Gerindra yang menewaskan 19 orang .

Meskipun eskalasi konflik Papua terkesan meningkat sehingga tiga kontainer Freeport dibakar massa,serta ribuan karyawan masih memblokir jalur akses dari dan ke Freeport sampai sekarang,tetapi kelihatannya pemerintah masih kurang serius dalam mengupayakan penyelesainanya.Kini Presiden SBY malahan sengaja mendramatisasikan proses resuffle kabinet Indonesia Bersatu jilid dua ,yang dimulai minggu lalu sampai sekarang  masih berlangsung dengan penuh euforia.

Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY)yang kadangkala berkantor di istananya di Jakarta dan kadangkala pula di istananya di Puri Cikeas,Bogor.Dalam mobilitasnya yang relatif tinggi dari Purinya di Cikeas SBY mengabsen satu persatu kandidat -kandidat yang diharapkan bisa memperkuat posisinya kedepan yang terus terpuruk itu. SBY pada tahun 2009 mendapat dukungan 60 persen suara masyarakat Indonesia ,namun karena kegagalnnya dalam mengelola pemerintahannya sehingga berikutnya dukunganpun merosot tajam menjadi 462 persen tahun 2011 meskipun tahun sebelumnya 2010 sempat meningkat dukungan masyarakat Indonesia sebesar 60,7 persen.

Tetapi SBY sepertinya tidak kapok sehingga kemorosotan dukungan masyarakat Indonesia  tersebut belum cukup  menjadi suatu pembelajaran bagi dirinya,tetapi sebaliknya SBY terus semakin lamban dan galau ,gamang dalam menyelesaikan berbagai masalah sosial yang dihadapkan kepadanya.Berbagai politik”pencitraan”keluh kewsah terus menerus di lancarkan untuk menarik dukungan masyarakat Indonesia,namun masyarakat yang sudah terkesan apatis cuek tidak peduli terhadap startegi pencitraan tersebut.

Menyadari kegagalannya itu,maka mulailah SBY mengelola strategi baru dengan harapan bisa mengalihkan sorotan  masyarakat Indonesia dari skandal-skandal dan krisis politik,ekonomi,hukum ,terorisme, premanisme antara kelompok sosial,sekte keagamaan dan aspek sosial budaya lainnya ke isu -isu resuffle kabinet.Karenanya setelah beredar beberapa nama kandidat menteri karena ada pihak-pihak yang membocorkan ketyengah-tengah masyarakat SBY kemudian dalam konferensi persnya menyebutkan bahwa hal itu tidak pernah disampaikannya.

Kini apa yang sebelumnya ia bantah justeru mulai kelihatan sosok-sosoknya ,yang setiap harinya sengaja dicicil pengumannya  tentang siapa-saja yang akan menduduki kabinet Indonesia bersatu yang semakin gemuk tersebut. Tragisnya pula terdapat dua wakil menteri yang mengurus bidang pendidikan,yang akan menjadikan dualisme di bidang pendidkan selain pendidikan dibawah berbagai departemen yang ada,seperti Depag,Depdagri,Depkeu dan sebagainya.

Postur kabinet yang gemuk dan setengah zaken itu  akan menyebabkan semakin carut marutnya proses dalam pengambilan keputusan dalam menganggapi sesuatu kebijakan kedepan,yang pada gilirannya akan menambah lambannya  proses pembangunan dalam berbagai aspek sosial kehidupan masyarakat.Khususnya dalam bidang pendidikan sebagai pilar bagi kecerdasan bangsa akan terjadi konflik tarik ulur antara seseorang menteri yang berasal dari Partai Politik dengan para wakilnya dari kalangan akademis itu.

Proses tarik ulur tersebut bisa menambah komplikasi dalam birokrasi dan masyarakat Indonesia,sehingga krisis ini akan menjadi suatu permasalah besar kedepan yang bisa mengabaikan segala masalah-masalah lainnya termasuk masalah sengketa perbatasan RI-Malaya ,Singapore,Papua Nugini ataupun masalah krisis Papua . Jika fenomena ini benar-benar terjadi,maka berbagai unsur-unsur asing akan dengan mudah mengobo-ngobo berbagai masalah  sosial di papua  yang hingga sekarang masih belum berhenti itu.Mengapa pemerintah belum juga dengan serius mengentaskannya ,bahkan lebih menyibukkan diri dengan politik  dagang sapinya itu ,dengan mebagi-bagi kekuasaan kepadas kroni-kroninya dengan  mengabaikan berbagai aspek sosial hajat hidup masyarakat Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan Tinggalkan Pesan dan Komentar Anda di Sini