Karena Musik Bukanlah Kepercayaan

Nihil

“Jangan-jangan kau menolak cintaku, jangan-jangan kau acuhkan diriku, putuskanlah saja pacarmu, lalu bilang ‘I love you’, pada ku..”

Anda orang Indonesia? Pasti sudah sangat familiar dengan petikan lirik lagu lagu diatas. Lagu yang berjudul Cari Pacar Lagi, besutan group band melayu, ST12 yang digawangi Charlie sebagai vokal, pepep drumer, dan pepeng gitaris. Hari ini saya menonton chanel televisi yang menayangkan program infotaiment. Ya, tau sendiri lah, televisi Indonesia kan di banjiri oleh tayangan infotaiment, jadi bohong rasanya kalau anda tidak pernah melihat program televisi yang satu ini.

Dalam tayangan tersebut saya melihat video unggahan Charlie. Dia menyanyikan sebuah lagu, yang isinya menceritakan, bagaimana musiknya dahulu (sebelum dia terkenal) dihina, dibilang kampungan, dicap merusak selera bermusik Indonesia. Wah, jika sudah begini, dipikir-pikir terkadang saya sulit membedakan musik dengan sebuah kepercayaan.

Loh! Memang benar seperti itu dalam kenyataannya, coba anda lihat contoh konkritnya. Pewe Gaskin, band rock modern itu ketika manggung selalu saja diganggu oleh sekelompok orang yang menyatakan diri mereka sebagai “Haters” (istilah untuk pembenci group band Pewe Gaskin). Atau tengok saja, bagaimana fans Iwan Fals dan Slankers acap kali terlibat bentrok, saat acara musik sedang berlangsung. Kemudian, Vokalis Killing Me Inside, yang selalu dicemooh sebagai banci, sampai saya pernah melihat sang vokalis membuat status di akun Facebooknya; “Apakah harus besar-besaran alat kelamin agar disebut sebagai seorang laki-laki”.

Orang-orang yang menyatakan diri mereka sebagai fans idola mereka, terkadang lupa, lupa bahwa musik itu bukan agama, bukan kepercayaan yang harus diyakini dan dibela secara kekeuh dalam garis keras. Bahkan pada dasarnya, sebuah kepercayaan pun melarang penganutnya berbuat anarki. Lalu untuk apa membenci begitu berlebihan terhadap sebuah gendre musik atau sebuah group band. Bahkan saya berani bertaruh, mereka yang membenci group musik tertentu tanpa disadari atau tidak, pernah melantunkan lagu-lagu band-band yang mereka benci tersebut menggunakan hati.

Musik itu bukan agama, musik itu diciptakan untuk dinikmati. Yang sering disayangkan adalah, kenapa harus marah-marah sampai lempar botol segala? Bukankah anda sama saja dengan teroris kampungan yang kerap buang bom-bam-bom disana-sini. Sekali lagi, musik itu bukan kepercayaan, jadi ketika anda mendengar sebuah musik atau group band memainnkan aliran musiknya, santai saja, hargai mereka dengan indahnya toleransi, walau nanti, saat ketoko kaset anda tak membeli albumnya.

Banjarmasin, 20 Oktober 2011

Catatan seorang muda


--

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan Tinggalkan Pesan dan Komentar Anda di Sini